Tag: wonosobo

Dieng Selalu Menarik Bagiku

Candi Dieng
Candi Dieng

 

“Maaf lahir bathin Bu, Pak.” Ucap seorang pria dengan memakai celana selutut, kaos, sepatu dan penutup kepala menaiki sepedanya. Dengan melambat jalannya dan memutar-mutar di tempat. Di depan toko souvenir. Seolah-olah mengenal semua pemilik toko di tempat itu.

“Maaf lahir bathin juga, Dik. Kapan datang?” Sahut Ibu yang punya toko. Sambil sibuk juga melayani pembeli.

“Tadi pagi, Bu. Aku bawa teman-temanku juga, tapi mereka pakai mobil. Ini aku baru lihat sunrise dulu, tadi pagi. Pakai sepeda. Terus aku muter muter,” Kayanya banyak sekali aktifitas pagi ini, mencoba meringkas kata-kata. Sepertinya sedikit terburu-buru.

“Aku datang lagi ke sini, Bu. Dieng selalu menarik bagiku.” Sejurus kemudian.

“OK. Bu, aku pamit dulu ya. Soalnya aku ditunggu teman-temanku.”

“Ya ,Dik”

“Assalamu’alaikum, Bu.”

“Wa’alaikumsalam, Dik.” Jawab Si Ibunya singkat.

Pria tadi mengayuh sepedanya menjauhi tempat itu. Menghilang di tikungan jalan, di dinginnya udara Pegunungan Dieng.

Itulah peristiwa singkat yang terjadi. Ketika aku sedang duduk menikmati teh panas di sebuah kedai tak jauh dari tempat itu. Di mana berjajar toko-toko souvenir di sebuah komplek wisata vulkanis aktif paling terkenal di dunia. Pegunungan Dieng.

Satu kalimat singkat yang sangat mengagumkan dan jujur. Dieng selalu menarik bagiku. Tanpa sadar aku ulangi kata-kata itu.

Hamparan dataran tinggi yang luas. Dikelilingi barisan pegunungan yang hijau kokoh.

Cobalah berdiri di tempat yang tinggi, maka seluruh aktifitas penduduk bisa disaksikan dengan cara yang indah. Dari warga yang mengolah pertanian di sebelah sana, penggembala yang sedang menjaga peliharaannya di sepetak padang rumput, penjual rangin yang sedang sibuk memasak di komplek dekat Suharto Rest Place, wisatawan yang sedang berfoto ria, ataupun sekedar jalan jalan menikmati warisan budaya beberapa candi Hindu yang berdiri dengan gagah.

Ya. Dieng selalu menarik bagiku.

 

Walau beberapa kali sudah aku kesini, tapi tak ada rasa bosan yang memungkinkan untuk menghentikan angan rencana. Belum tahu kapan, tapi aku akan kesini lagi. Seperti pria tadi yang mungkin sudah kesekian kalinya mengunjungi. Sampai hafal setiap penjual di sekitarnya.

Pemandangan-tieng
Pemandangan dari Tieng

Keindahan yang tidak pernah luntur. Selalu ada yang baru.

Perjalanan melewati tebing dan jurang. Bukan takut justru menyenangkan. Desa Tieng yang pernah longsor sampai jatuh korban 4 orang. Menjadi tempat indah untuk menikmati pemandangan.

Ya Dieng Selalu Menarik Bagiku

29 Agustus 2012
*Ketika berwisata bersama istriku Erni, dan dua buah hatiku Jiddiyah dan Qassam

 

 

Tempe Kemul Wonosobo

Sebenarnya ada banyak versi untuk sebutan camilan ini. Ada yang menyebutnya tempe goreng, gimbal tempe, tempe tepung, tapi khusus tempe kemul wonosobo memiliki ciri khas kucai, ada taburan kucai sehingga rasanya jadi lebih rame…

 

Bahan :

Tempe iris panjang dengan ketebalan sedang

6 sdm Tepung Terigu

1 sdm tepung beras

2 sdm tepung kanji

Kucai

Bumbu Halus :

3 siung bawang putih

1 cm kunyit

2 butir kemiri

1/2 sdm ketumbar

gula sedikit

garam

Cara Membuat :

Campur semua bumbu halus bersama tepung terigu, tepung beras, dan kanji beri sedikit air sampai tercampur rata (menjadi adonan jeladren). Kemudian tambahkan kucai yang sudah diiris-iris, aduk sampai rata. Masukkan tempe, lumuri dengan adonan jeladren dan goreng dalam minyak yang sudah cukup panas. Bolak-balik sampai kekuningan dan angkat. Tempe Kemul siap dinikmati, lebih lengkap jika didampingi teh manis panas…eehm…serasa benar-benar di Wonosobo…

Happy Cooking….